Budaya organisasi adalah faktor yang menentukan karakteristik suatu organisasi. Kajian budaya organisasi memiliki nilai signifikan dalam meneliti kinerja sebuah organisasi. Kajian budaya organisasi menunjukkan bagaimana suatu budaya berkembang di dalam organisasi, terinternalisasi di dalam perilaku para anggota organisasi, dan memiliki hubungan dengan kinerja keseluruhan organisasi termaksud. Budaya organisasi satu dengan organisasi lain relatif berbeda, bergantung pada karakteristik organisasi perusahaan. Dalam hal ini, organisasi profit memiliki perbedaan budaya dengan organisasi non-profit atau, organisasi pemerintah berbeda budayanya dengan organisasi swasta.
Budaya Organisasi Menurut Para Ahli
- Robbin (1996) menyatakan bahwa budaya organisasi
merupakan perekat sosial yang mengikat anggota-anggota organisasi secara
bersama-sama melalui nilai-nilai bersama, norma-norma standar yang jelas
tentang apa yang dapat dan tidak dapat dilakukan dan dikatakan oleh
anggotanya.
- Gibson (1997 : 372) mendefinisikan budaya
organisasi sebagai sistem yang menembus nilai-nilai, keyakinan, dan
norma yang ada disetiap organisasi. Kultur organisasi dapat mendorong atau
menurunkan efektifitas tergantung dari sifat nilai-nilai, keyakinan dan
norma-norma yang dianut.
- Walter R. Freytag mendefinikan budaya organisasi
sebagai asumsi-asumsi dan nilai-nilai yang disadari atau tidak
disadari yang mampu mengikat kepaduan suatu organisasi. Asumsi dan nilai
tersebut menentukan pola perilaku para anggota di dalam organisasi.
- Definisi lain, dan ini merupakan definisi dari
seorang perintis teori budaya organisasi, diajukan oleh Edgar H.
Schein. Schein menyatakan bahwa budaya organisasi merupakan
sebuah pola asumsi-asumsi dasar yang bersifat valid dan
bekerja di dalam organisasi. Serangkaian asumsi dasar dapat dipelajari
oleh para anggota organisasi. Budaya organisasi mampu bertindak sebagai
pemberi solusi atas masalah organisasi, berperan selaku adaptor terhadap
faktor-faktor yang berkembang di luar organisasi, serta dalam melakukan
integrasi internalnya dari para anggotanya.
- Definisi yang lebih rinci mengenai budaya
organisasi diberikan oleh Matt Alvesson, bahwa saat bicara
mengenai budaya organisasi. Bagi Alvesson, pembicaraan mengenai budaya
organisasi sulit dilepaskan dari pembicaraan mengenai pentingnya
simbolisme bagi manusia, serta peristiwa, gagasan, dan pengalaman yang
dialami serta dibentuk oleh kelompok di mana seseorang beraktivitas. Dalam
analogi dengan kajian sosiologi, anggota organisasi berposisi sebagai individu sementara
organisasi berposisi
sebagai masyarakat. Organisasi membentuk anggota
organisasi agar menyesuaikan diri terhadap budaya yang berkembang di
dalam organisasi sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku dalam organisasi
tersebut.
- Majken Schultz menyatakan bahwa konsep budaya organisasi
merupakan antithesis dari pendekatan-pendekatan
organisasi yang bersifat rasionalistik dan mekanistik. Menurut Schultz,
ukuran-ukuran seperti keyakinan, nilai, dan makna bukanlah suatu ukuran
yang bersifat manifest melainkan laten.
Ukuran-ukuran tersebut bersifat kualitatif dan relatif sehingga penelitian
budaya suatu organisasi bukanlah hal yang mudah. Masih menurut Schultz,
konsep-konsep sebelumnya yang bersifat rasionalitik dan mekanistik
cenderung memperlakukan anggota organisasi sebagai alat yang
efektif dalam pencapaian tujuan organisasi ataupun sekadar mengkalkulasi
perilaku organisasi berdasarkan struktur formal organisasi.
Sebaliknya, budaya organisasi lebih menekankan pada kerangka mendasar
dalam mana orang diperlakukan sebagaimana adanya dalam konteks kegiatan
pekerjaan dan sosial mereka.
- Dalam kajiannya, Joann Keyton turut
menyumbangkan definisi budaya organisasi. Bagi Keyton, artifak, nilai dan
asumsi dalam suatu organisasasi merupakan unsur yang tumbuh dari interaksi
para anggota organisasi. Faktor manusia menjadi sedemikian penting dalam
kajian-kajian mengenai budaya organisasi ini.
- Budaya organisasi bukan merupakan konsep yang
mudah diukur. Kim S. Camerondan Robert E. Quinn bahkan
berargumentasi bahwa kurangnya daya tarik budaya organisasi sebagai bahan
penelitian adalah akibat sifatnya yang terlampau menekankan pada asumsi,
harapan, ingatan kolektif, termasuk apa yang “orang bawa di dalam benak
mereka”. Sifat subyektif dari budaya organisasi ini merupakan aspek yang
membuatnya kerap sulit diukur.
- Definisi lain dari budaya organisasi diajukan
oleh Geert H. Hofstede dalam kajiannya mengenai budaya
organisasi di sejumlah negara. Hofstede mendefinisikan bahwa budaya
organisasi merupakan pemrograman pikiran yang bersifat kolektif, dalam
mana budaya organisasi ini membedakan anggota (manusia) di satu organisasi
dengan organisasi lainnya. Berdasarkan pernyataan Hofstede ini, setiap
organisasi pasti mengembang budaya yang berbeda-beda.
Dari beberapa definisi tersebut di atas dapat
disimpulkan bahwa pengertian budaya organisasi adalah seperangkat asumsi atau
sistem keyakinan, nilai-nilai dan norma yang dikembangkan dalam organisasi yang
dijadikan pedoman tingkah laku bagi anggota-anggotanya untuk mengatasi masalah
adaptasi eksternal dan integrasi internal. Dengan demikian, budaya organisasi
dapat memberikan nilai-nilai dan norma bagi karyawan dalam prinsip opersional
organisasi.
Hingga titik ini, definisi dari budaya organisasi
telah cukup jelas, dalam mana keseluruhannya rata-rata menekankan pada konsep
“nilai, norma, asumsi, yang berlaku di dalam suatu organisasi yang mengatur
perilaku individu dalam berpikir ataupun merasa di dalam organisasi dalam
rangka beradaptasi dengan lingkungan eksternal maupun membangun integrasi
internal, dalam mana nilai, norma, dan asumsi tersebut akan disosialisasi dan
diinternalisasi kepada anggota-anggota baru organisasi”. Untuk itu, perlu
dilakukan suatu kajian literatur guna mengkaji sistem pelapisan konsep yang
inheren di dalam budaya organisasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar