Selasa, 25 Maret 2014

SEJARAH IBU KOTA JAKARTA

Nama kota Jakarta pertama kali dikenal sebagai salah satu pelabuhan Kerajaan Sunda yang bernama Sunda Kalapa, berlokasi di muara Sungai Ciliwung. Menurut sumber Portugis, Sunda Kalapa merupakan salah satu pelabuhan yang dimiliki Kerajaan Sunda selain pelabuhan Banten, Pada abad ke-12, pelabuhan ini dikenal sebagai pelabuhan lada yang sibuk. Kapal-kapal asing yang berasal dari TiongkokJepangIndia Selatan, dan Timur Tengah sudah berlabuh di pelabuhan ini membawa barang-barang seperti porselen, kopi, sutra, kain, wangi-wangian, kuda, anggur, dan zat warna untuk ditukar dengan rempah-rempah yang menjadi komoditas dagang saat itu.
Jayakarta
Pada tahun 1527-1619 bangsa Portugis merupakan Bangsa Eropa pertama yang datang ke Jakarta. Pada abad ke-16Surawisesa, raja Sunda meminta bantuan Portugis yang ada di Malaka untuk mendirikan benteng di Sunda Kelapa sebagai perlindungan dari kemungkinan serangan Cirebon yang akan memisahkan diri dari Kerajaan SundaPenetapan hari jadi Jakarta tanggal 22 Juni oleh Sudiro, wali kota Jakarta, pada tahun 1956 adalah berdasarkan tragedi pendudukan pelabuhan Sunda Kalapa oleh Fatahillah pada tahun 1527. Fatahillah mengganti nama kota tersebut menjadi Jayakarta yang berarti "kota kemenangan". Selanjutnya Sunan Gunung Jati dariKesultanan Cirebon, menyerahkan pemerintahan di Jayakarta kepada putranya yaitu Maulana Hasanuddin dari Banten yang menjadi sultan di Kesultanan Banten.
Batavia
Tahun 1619-1942 orang Belanda datang ke Jayakarta sekitar akhir abad ke-16, setelah singgah di Banten pada tahun 1596. Jayakarta pada awal abad ke-17 diperintah oleh Pangeran Jayakarta, salah seorang kerabat Kesultanan Banten. Pada 1619VOC dipimpin oleh Jan Pieterszoon Coen menduduki Jayakarta setelah mengalahkan pasukan Kesultanan Banten dan kemudian mengubah namanya menjadi Batavia. Waktu itu luas Batavia hanya mencakup daerah yang saat ini dikenal sebagai Kota Tua di Jakarta Utara.

Jakarta
Pada tahun 1942 saat Indonesia masih dijajah oleh Jepang, dimulai pada tahun 1942 dan mengganti nama Batavia menjadi Djakarta untuk menarik hati penduduk pada Perang Dunia II. Kota ini juga merupakan tempat dilangsungkannya Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia pada 17 Agustus 1945 dan diduduki Belanda sampai pengakuan kedaulatan tahun 1949.
Sebelum tahun 1959, Djakarta merupakan bagian dari Provinsi Jawa Barat. Pada tahun 1959, status Kota Djakarta mengalami perubahan dari sebuah kotapraja di bawah wali kota ditingkatkan menjadi daerah tingkat satu (Dati I) yang dipimpin oleh gubernur. Yang menjadi gubernur pertama ialah Soemarno Sosroatmodjo, seorang dokter tentara. Pengangkatan Gubernur DKI waktu itu dilakukan langsung oleh Presiden Sukarno. Pada tahun 1961, status Jakarta diubah dari Daerah Tingkat Satu menjadi Daerah Khusus Ibukota (DKI) dan gubernurnya tetap dijabat oleh Sumarno.
Ekonomi
Kota Jakarta merupakan kota dengan tingkat pertumbuhan ekonomi yang cukup pesat. Saat ini, lebih dari 70% uang negara beredar di Jakarta. Perekonomian Jakarta terutama ditunjang oleh sektor perdagangan, jasa, properti, industri kreatif, dan keuangan. Pada tahun 2012, pendapatan per kapita masyarakat Jakarta sebesar Rp 110,46 juta per tahun (USD 12,270). Sedangkan untuk kalangan menengah atas dengan penghasilan Rp 240,62 juta per tahun (USD 26,735), mencapai 20% dari jumlah penduduk. Di sini juga bermukim lebih dari separuh orang-orang kaya di Indonesia dengan penghasilan minimal USD 100,000 per tahun. Kekayaan mereka terutama ditopang oleh kenaikan harga saham serta properti yang cukup signifikan. Saat ini Jakarta merupakan kota dengan tingkat pertumbuhan harga properti mewah yang tertinggi di dunia, yakni mencapai 38,1%. Selain hunian mewah, pertumbuhan properti Jakarta juga ditopang oleh penjualan dan penyewaan ruang kantor. Pada periode 2009-2012, pembangunan gedung-gedung pencakar langit (di atas 150 meter) di Jakarta mencapai 87,5%. Hal ini telah menempatkan Jakarta sebagai salah satu kota dengan pertumbuhan pencakar langit tercepat di dunia.
Transportasi
Di kota Jakarta, tersedia jaringan jalan raya dan jalan tol yang melayani seluruh kota, namun perkembangan jumlah mobil dengan jumlah jalan sangatlah timpang (5-10% dengan 4-5%).
Untuk melayani mobilitas penduduk Jakarta, pemerintah menyediakan sarana bus PPD. Selain itu terdapat pula bus kota yang dikelola oleh pihak swasta, seperti Mayasari Bhakti, Metro Mini, Kopaja, dan Bianglala. Bus-bus ini melayani rute yang menghubungkan terminal-terminal dalam kota, antara lain Pulogadung, Kampung Rambutan, Blok M, Kalideres, Grogol, Tanjung Priok, Lebak Bulus, Rawamangun, dan Kampung Melayu.
Untuk angkutan lingkungan, terdapat angkutan kota seperti Mikrolet dan KWK, dengan rute dari terminal ke lingkungan sekitar terminal. Selain itu ada pula ojekbajaj, dan bemo untuk angkutan jarak pendek. Tidak seperti wilayah lainnya di Jakarta yang menggunakan sepeda motor, di kawasan Tanjung Priok dan Jakarta Kota, pengendara ojek menggunakan sepeda ontel. Angkutan becak masih banyak dijumpai di wilayah pinggiran Jakarta seperti di Bekasi, Tangerang, dan Depok.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah memulai pembangunan kereta bawah tanah (subway) pada 2 Mei 2013 yang dananya diperoleh dari pinjaman lunak negara Jepang. Subway jalur Lebak Bulus hingga Bundaran Hotel Indonesia sepanjang 15 km ditargetkan beroperasi pada 2017. Jalur kereta monorel juga sedang dipersiapkan melayani jalur Semanggi - Roxy yang dibiayai swasta dan jalur Kuningan - Cawang - Bekasi - Bandara Soekarno Hatta yang dibiayai pemerintah pusat. Untuk lintasan kereta api, pemerintah pusat sedang menyiapkandouble track pada jalur lintasan kereta api Manggarai-Cikarang. Selain itu juga, saat ini sedang dibangun jalur kereta api dari Manggarai menuju Bandara Soekarno-Hatta di Cengkareng.
Agama
Agama yang dianut oleh penduduk di kota Jakarta beragam. Menurut data pemerintah DKI pada tahun 2005, komposisi penganut agama di kota ini adalah Islam (84,4%), Kristen Protestan (6,2 %), Katolik (5,7 %), Hindu (1,2 %), dan Buddha (3,5 %). Jumlah umat Buddha terlihat lebih banyak karena umat Konghucu juga ikut tercakup di dalamnya. Angka ini tidak jauh berbeda dengan keadaan pada tahun 1980, dimana umat Islam berjumlah 84,4%; diikuti oleh Protestan (6,3%), Katolik (2,9%), Hindu dan Buddha (5,7%), serta Tidak beragama (0,3%). Menurut Cribb, pada tahun 1971 penganut agama Kong Hu Cu secara relatif adalah 1,7%. Pada tahun 1980 dan 2005, sensus penduduk tidak mencatat agama yang dianut selain keenam agama yang diakui pemerintah.

Etnis
Berdasarkan sensus penduduk tahun 2000, tercatat bahwa penduduk Jakarta berjumlah 8,3 juta jiwa yang terdiri dari orang Jawa sebanyak 35,16%, Betawi(27,65%), Sunda (15,27%), Tionghoa (5,53%), Batak (3,61%), Minangkabau (3,18%), Melayu (1,62%), Bugis (0,59%), Madura (0,57%), Banten (0,25%), danBanjar (0,1%).
Jumlah penduduk dan komposisi etnis di Jakarta, selalu berubah dari tahun ke tahun. Berdasarkan sensus penduduk tahun 2000, tercatat bahwa setidaknya terdapat tujuh etnis besar yang mendiami Jakarta. Suku Jawa merupakan etnis terbesar dengan populasi 35,16% penduduk kota. Etnis Betawi berjumlah 27,65% dari penduduk kota. Pembangunan Jakarta yang cukup pesat sejak awal tahun 1970-an, telah banyak menggusur perkampungan etnis Betawi ke pinggiran kota. Pada tahun 1961, orang Betawi masih membentuk persentase terbesar di wilayah pinggiran seperti Cengkareng, Kebon Jeruk, Pasar Minggu, dan Pulo Gadung.
Orang Tionghoa telah hadir di Jakarta sejak abad ke-17. Mereka biasa tinggal mengelompok di daerah-daerah permukiman yang dikenal dengan istilah Pecinan. Pecinan atau Kampung Cina dapat dijumpai di Glodok, Pinangsia, dan Jatinegara, selain perumahan-perumahan baru di wilayah Kelapa Gading, Pluit, danSunter. Orang Tionghoa banyak yang berprofesi sebagai pengusaha atau pedagang. Disamping etnis Tionghoa, etnis Minangkabau juga banyak yang berdagang, di antaranya perdagangan grosir dan eceran di pasar-pasar tradisional kota Jakarta.
Masyarakat dari Indonesia Timur, terutama etnis Bugis, Makassar, dan Ambon, terkonsentrasi di wilayah Tanjung Priok. Di wilayah ini pula, masih banyak terdapat masyarakat keturunan Portugis, serta orang-orang yang berasal dari Luzon, Filipina.

Geografi
Kota Jakarta berlokasi di sebelah utara Pulau Jawa, di muara Ciliwung, Teluk Jakarta. Jakarta terletak di dataran rendah pada ketinggian rata-rata 8 meter dpl. Hal ini mengakibatkan Jakarta sering dilanda banjir. Sebelah selatan Jakarta merupakan daerah pegunungan dengan curah hujan tinggi. Jakarta dilewati oleh 13 sungai yang semuanya bermuara ke Teluk Jakarta. Sungai yang terpenting ialah Ciliwung, yang membelah kota menjadi dua. Sebelah timur dan selatan Jakarta berbatasan dengan provinsi Jawa Barat dan di sebelah barat berbatasan dengan provinsi Banten.

Iklim
Jakarta memiliki suhu udara yang panas dan kering atau beriklim tropis. Terletak di bagian barat Indonesia, Jakarta mengalami puncak musim penghujan pada bulan Januari dan Februari dengan rata-rata curah hujan 350 milimeter dengan suhu rata-rata 27 °C. Curah hujan antara bulan Januari dan awal Februari sangat tinggi, pada saat itulah Jakarta dilanda banjir setiap tahunnya, dan puncak musim kemarau pada bulan Agustus dengan rata-rata curah hujan 60 milimeter . Bulan September dan awal oktober adalah hari-hari yang sangat panas di Jakata, suhu udara dapat mencapai 40 °C. Suhu rata-rata tahunan berkisar antara 25°-38 °C (77°-100 °F). 

SUMBER

Minggu, 23 Maret 2014

Penalaran

Tugas 1
1.      Jelaskan konsep penalaran
2.      Bagaimana wujud dari evidensi
3.      Jelaskan dan berikan contoh cara menguji data, cara menguji fakta, dan cara menilai autoritas
4.      Jelaskan perbedaan silogisme kategorial, silogisme hipotesis, silogisme alternative
5.      Sebutkan jenis cara-cara berfikir induktif dan jelaskan

Jawaban
1.      Penalaran adalah proses berpikir yang bertolak dari pengamatan indera (pengamatan empiric) yang menghasilkan sejumlah konsep dan pengertian. Berdasarkan pengamatan yang sejenis juga akan terbentuk proposisi-proposisi yang sejenis, berdasarkan sejumlah proposisi yang diketahui atau dianggap benar. Proses inilah yang disebut menalar. Dalam penalaran, proposisi yang dijadikan dasar penyebutan disebut dengan premis dan hasil kesimpulannya disebut dengan konklusi.

2.      Wujud evidensi merupakan semua fakta yang ada, semua kesaksian, semua informasi, atau autoritas yang dihubungkan untuk membuktikan suatu kebenaran. Fakta dalam kedudukan sebagai evidensi tidak boleh digabung dengan apa yang dikenal sebagai pernyataan atau penegasan. Dalam wujud yang paling rendah evidensi itu berbentuk data atau informasi. Yang dimaksud dengan data atau informasi adalah bahan keterangan yang diperoleh dari suatu sumber tertentu.

3.      -      Menguji Data
·          Observasi: fakta yang diajukan sebagai evidensi mungkin belum memuaskan seseorang pengarang atau penulis. Untuk lebih meyakinkan dirinya sendiri dan sekaligus dapat menggunakan sebaik-baiknya dalam usaha meyakinkan para pembaca, maka kadang-kadang pengarang merasa perlu untuk mengadakan peninjauan atau observasi singkat untuk mengecek data atau informasi itu.
·         Kesaksian: keharusan menguji data dan informasi, tidah harus selalu dilakukan observasi. Kadang sangat sulit untuk mengharuskan seseorang mengadakan observasi atau objek yang akan dibicarakan.
·         Autoritas: meminta pendapat dari suatu otoritas, yakni dari pendapat seorang ahli atau mereka yang menyelidiki fakta dengan cermat, memperhatikan semua kesaksian, menilai semua fakta kemudian memberikan pendapat mereka sesuai dengan keahlian mereka dalam bidang itu.

-          Menguji Fakta
·         Konsistensi: dasar pertama yang dipakai untuk mengatakan fakta mana yang akan dipakai sebagai evidensi adalah konsistenan
·         Koharensi: dasar kedua yang dipakai untuk menguji fakta yang dapat dipergunakan sebagai evidensi adalah masalah koharensi. Semua fakta yang akan digunakan sebagai evidensi harus pula khoren dengan pengalaman manusia atau sesuai dengan pandangan atau sikap yang berlaku

-          Menilai autoritas
·         Tidak mengandung prasangka: dasar pertama yang harus diketahui oleh penulis adalah bahwa pendapatautoritas sama sekali tidak boleh mengandung prasangka, pendapat itu disusun oleh berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh ahli itu sendiri atau berdasarkan pada hasil-hasil eksperimental yang dilakukannya
·         Pengalaman dan Pendidikan Autoritas: dasar kedua yang harus diperhitungkan penulis untuk menilai pendapat suatu autoritas adalah menyangkut pengalaman dan pendidikan autoritas. Pendidikan yang diperoleh menjadi jaminan awal
·         Kemashuran dan Presite: faktor ketiga yang harus diperhatikan oleh penulis untuk menilai autoritas adalah meneliti apakah pernyataan atau pendapat yang akan dikutip sebagai autoritas itu hanya sekedar bersembunyi dibalik kemashuran dan preside pribadi dibidang lain
·         Khorensi dengan kemajuan: hal yang keempat yang perlu diperhatikan penulis. Argimentasi adalah apakah pendapat yang diberikan autoritas itu sejalan dengan perkembangan dan kemajuan jaman atau khoren dengan pendapat atau sikap terakhir dalam bidang itu

4.      -      Silogisme Kategorial
Disusun berdasarkan klasifikasi premis dan kesimpulan yang  kategoris. Premis yang mengandung predikat dalam kesimpulan disebut premis mayor, sedangkan premis yang mengandung subjek dalam kesimpulan disebut premis minor.
-          Silogisme Hipotesis
Silogisme yang terdiri atas premis mayor yang berproposisi conditional hipotesis. Kondisional hipotesis yaitu bila premis minor nya membenarkan anteseden, kesimpulannya juga menolak konsekuen.
-          Silogisme Alternatif
Silogisme yang terdiri atas premis mayor yang berupa proposisi alternatif. Proposisi alternatif yaitu bila premis minor nya membenarkan salah satu alternatif nya. Kesimpulannya akan menolak alternative yang lain.

5.      -     Generalisasi :
      Proses penalaran yang mengandalkan beberapa pernyataan yang mempunyai sifat  tertentu untuk mendapatkan simpulan yang bersifat umum
Contoh generalisasi :
v Jika dipanaskan, besi memuai.
Jika dipanaskan, tembaga memuai.
Jika dipanaskan, emas memuai.
Jika dipanaskan, platina memuai
Jadi, jika dipanaskan, logam memuai.
v Jika ada udara, manusia akan hidup.
Jika ada udara, hewan akan hidup.
Jika ada udara, tumbuhan akan hidup.
Jadi, jika ada udara mahkluk hidup akan hidup.
-           Analogi : Cara penarikan penalaran dengan membandingkan dua hal yang mempunyai  sifat yang sama.
Contoh analogi :
Nina adalah lulusan Akademi Amanah.
Nina dapat menjalankan tugasnya dengan baik.
Ali adalah lulusan Akademi Amanah.
Oleh Sebab itu, Ali dapat menjalankan tugasnya dengan baik.
-          Hubungan Kausal : penalaran yang diperoleh dari gejala-gejala yang saling berhubungan.
Macam hubungan kausal :
·         Sebab – Akibat : hujan turun didaerah itu mengakibatkan timbul nya banjir
·         Akibat – Sebab : andika tidak lulus dalam ujian kali ini disebabkan dia tidak belajar dengan baik
·         Akibat – Akibat : ibu mendapatkan jalanan didepan rumah becek, sehingga ibu beranggapan jemuran dirumah basah

SUMBER